Pada masa Daulah Bani Umayyah di Damaskus terdapat berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang. Bani Umayyah menjadikan masjid-masjid sebagai pusat aktivitas keilmuan. Masjid tidak hanya dipergunakan untuk shalat dan pengajian saja.

Para ilmuan dan pelajar bisa belajar di serambi-serambi masjid. Contohnya, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi menjadi pusat pengkajian yang sering dikunjungi orang-orang Islam dari berbagai daerah.

Diantara ilmu yang berkembang pada saat itu adalah ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf. Simaklah uraian berikut!

Ilmu Tafsir

Ilmu tafsir merupakan salah satu cabang ilmu dalam Islam yang memiliki kedudukan mulia dan luhur, serta sangat penting. Pengertian ilmu tafsir adalah sebuah ketentuan tentang cara memahami isi kandungan Al-Qur’an. Ia berfungsi agar maksud dan tujuan Al-Qur’an tidak disalahpahami. Berikut ini adalah ahli tafsir yang hidup pada masa Daulah Bani Umayyah:

  1. Abdullah bin Abbas
  2. Mujahid bin Jabir
  3. Atha’ bin Abi Rabah
  4. Ikrimah Maula Ibnu Abbas
  5. Zaid bin Aslam
  6. Al-Qamah bin Qais

Ilmu Hadis

Ilmu hadis merupakan ilmu yang mempelajari tentang ketentuan tentang perkataan, perbuatan dan persetujuan Nabi Muhammad sekaligus ketentuan tentang orang-orang yang mengatakan sesuatu tentang Nabi Muhammad. Berikut ini adalah ahli hadis yang hidup pada masa Daulah Bani Umayyah:

  1. Umar bin Abdul Aziz
  2. Ibnu Syihab Az-Zuhri
  3. Muhammad bin Sirin
  4. Yazid bin Abi Habib
  5. Ibnu Munabbih
  6. Thawus bin Kaisan

Ilmu Fikih

Ilmu Fikih adalah ilmu yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat, maupun kehidupan manusia dengan Allah. Hukum-hukum dalam fiqih ada lima yaitu wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. Berikut ini adalah ahli fikih yang hidup pada masa Daulah Bani Umayyah:

Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah bernama asli Nu’man bin Tsabit bin Zutha adalah seorang ulama besar ahli fikih. Ia lahir di kota Kufah (Irak) pada tahun 80 H bertepatan dengan tahun 699 M, dan wafat di Baghdad pada 150 H atau tahun 767 M. Selain ahli fikih, ia juga seorang pebisnis.

Abu Hanifah adalah seorang yang berhati-hati dan benar-benar taat beragama, ia juga gemar menebar kebaikan kepada sesama. Para pengikut Imam Abu Hanifah disebut dengan Mazhab Hanafi. Imam Abu Hanifah sendiri mendapatkan gelar “Imam ahli ra’yi” karena keahliannya menggunakan akal dalam menetapkan dan menjelaskan persoalan hukum.

Karya-karya penting beliau adalah

  • al-Fara’id: yang khusus membicarakan masalah waris dan segala ketentuannya menurut hukum Islam.
  • asy-Syurut: yang membahas tentang perjanjian.
  • al-Fiqh al-Akbar: yang membahas tentang akidah (kepercayaan) dalam Islam
Imam Malik

Imam Malik memiliki nama lengkap Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin ‘Amr bin al-Harrits. Ia lahir pada tahun 93 Hijriyah di Madinah. Karyanya yang penting adalah kitab al-Muwatta’ dan al-Mudawwamah. Dalam menetapkan hukum, beliau menggunakan sumber dari Al Qur’an, Hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Para pengikutnya disebut dengan Madzhab Maliki.

Imam Malik sangat termotivasi dengan kegigihan ayahnya dalam menuntut ilmu. Kesungguhan sang ayah ternyata berpengaruh besar kepada diri-nya, sehingga Imam Malik menjadi seorang imam besar.

Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana orang Islam dapat sedekat mungkin dengan Allah. Ahli tasawuf disebut juga dengan sufi. Ada dua sufi yang terkenal dan hidup pada masa Daulah Bani Umayyah yaitu,

Hasan al-Basri

Hasan al-Bashri memiliki kecerdasan dan daya ingat yang sangat kuat serta nalar yang sangat tajam. Guru-guru beliau adalah sahabat-sahabat Nabi Muhammad.

Pandangan tasawuf dari Hasan al-Bashri adalah senantiasa zuhud terhadap dunia, menolak akan gemerlapnya, rasa takut (khauf), dan penuh pengharapan (raja’). Ajaran tasawuf dari Hasan al-Bashri adalah khauf dan raja’.

Menurut Hasan al-Bashri, khauf dan raja’ tidak boleh terpisah. Janganlah kita hanya takut kepada Allah saja, melainkan ketakukan tersebut harus beriringan dengan pengharapan.

Takut akan murka-Nya, tetapi juga mengharap akan karunia-Nya. Beliau mengajarkan kepada kita agar kita senantiasa takut karena kita tidak menjalankan perintah Allah.

Rabi’ah al-Adawiyah

Nama asli Rabi’ah al-‘Adawiyyah adalah Umm al-Khair bin Isma’il  al-‘Adawiyyah al-Qaisiyyah. Beliau lahir di Basrah pada sekitar tahun 95 H (717 M). Julukan Rabi’ah berasal dari statusnya sebagai anak keempat.

Rabi’ah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga religius yang sederhana ia tampak lebih cerdas dari teman-teman sebayanya. Rabi’ah sangat suka belajar menghafal al-Qur’an. Apabila telah berhasil menghafalnya, ia duduk dan mengulangi kembali hafalannya itu dengan perasaan khusyuk untuk mendapatkan pemahaman yang sempurna.

Rabi’ah al-‘Adawiyah merupakan sufi perempuan yang terkenal dengan ajaran mahabbah Ilahi (mencintai Allah). Rabi’ah mencintai Allah karena ia merasakan dan menyadari betapa besarnya nikmat dan kekuasaan-Nya. sehingga cintanya menguasai seluruh lubuk hatinya. Ia mencintai Allah karena hendak mengagungkan dan memuliakan-Nya

Hikmah kemajuan Daulah Bani Umayyah di Damaskus

Setelah mengetahui kemajuan peradaban dan pengetahuan pada masa Daulah Bani Umayyah di Damaskus, kita dapat memetic pelajaran yaitu

  1. Mencontoh semangat menuntut ilmu
  2. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
  3. Mencontoh kepemimpinan para pendahulu yang mampu membawa kemajuan peradaban
  4. Menghargai warisan sejarah dan merawatnya